Minggu, 24 Juli 2016

Martabak Puitis




Puitis banget…martabaknya. Doa bapaknya yang memberi nama Gibran jadi terkabul. Puitis, pebisnis,  sekaligus inovatif. Kalau Cuma puitis, mungkin pangeran Gibran ini hanya akan mencipta sajak – sajak puitis penuh romansa nan mendayu, tetesan intelegensia filosofis embun di patahan sayap – sayap daun. Kalau cuma bisnis, pangeran Gibran mungkin hanya mencipta varian sayap ayam goreng ngalahin kolonel David Sanders, atau bikin donat hibrid dengan serabi ngalahin J.Co Doughnut.

Tapi itulah pangeran muda Gibran….  Martabak yang bulat sempurna, sayap kanan kiri, dan semua lini nggak boleh patah. Awalnya mesti bundar besar…, meski pada akhirnya akan dipotong kotak – kotak , juring - juring.  Atau sekarang lebih mudah, karena ada cetakan ala martabak unyil. Pakai slogan pula..markobar!!!!  Tampang dan sikapnya yang polos, lucu, adem ayem tentrem damai, sosok ikonik,  sudah menjadi semacam iklan berjalan. Wes…bener – bener nambah daya tarik pariwisata kuliner kota Solo,  Indonesia. Gibran…biar bukan Kahlil …tapi no nihil hasil…. U yeah…

Kemandirian dan sikap pangeran Gibran yang tidak mau memanfaatkan  fasilitas maupun kepopuleran  Bapaknya yang seorang presiden RI , juga menangguk banyak simpati. Selain membeli martabak, para pelanggan biasanya ingin meminta tanda tangan, juga berselfie bareng pangeran Gibran. Kadang membayangkan…kayak apa yah rasa martabaknya? Mungkin rasanya nasionalisme.

Sebagai seorang entrepreneur sejati yang puitis inovatif, tentu pangeran Gibran akan menyukai tantangan baru, tidak nyaman dengan kemapanan. Mungkin suatu hari nanti pangeran Gibran akan merintis dari nol martabak markobar di Zimbabwe…biar Indonesia makin kece.