“Sore- sore padhang wulan | ayo
konco do dedolanan | rene – rene bebarengan | rame – rame e…do gegojegan | kae –
kae rembulane | yen disawang kok ngawe – awe | koyo – koyo ngelingake | konco
kabeh jo turu sore – sore | gethuk… | asale soko telo… | moto ngantuk iku
tombone opo | ala ala gethuk | asale soko telo | yen ra pethuk | atine rodho
gelo | ojo ngono ojo ojo ngono | kadung janji ngko ono sing gelo | “
Lagu gethuk ciptaan Manthous ini
memang membawa suasana yang meskipun senja tapi tetap optimis, penuh vitalitas,
bahagia, bercanda, bermain. Tapi, bermain di kala senja berbeda dengan bermain
di kala pagi. Ada syahdu tentunya.
Lagu gethuk ini mulai populer
semenjak saya SMP, sekitar tahun 89-an.
Bahkan ketika saya SMA, ada teman saya yang personal grunge band memodifikasi
lagi gethuk dicampur dengan lagu Zombie nya the Cranberries : “ Whats in your hand…… zombie …zombie ….zombie…i..i..i…i…i…
diganti menjadi whats in your hand….gethuk…gethuk..gethuk…thuk..thuk…thuk…thuk….
“ dengan cengkok yang ndengkik ndengkik mirip banget dengan Dolores O Riordan. Hingga
sekarang, lagu gethuk tetap populer, dan semacam menjadi lagu wajib di klenengan atau orgen tunggal orang mbarang
nggawe.
Hahhha…malah saya muter- muter
dulu curhadnya. Sebenarnya mau cerita tentang kota Sokaraja, kota gethuk (
bukan kota kembang soka.. ) di dekat Banyumas, Jateng. Malah nyanyi – nyanyi
dulu….terus rajanya ada di mana?
Kota Sokaraja sudah dikenal
banget sebagai kota gethuk singkong goreng. Gethuk yang enak, empuk, gurih,
kinyis – kinyis, khas……beda aliran
dengan gethuk trio Muntilan, Magelang. Sepanjang
jalan utama berjejer deretan toko penjual gethuk goreng, dan juga beberapa yang
menjual soto khas Sokaraja. Pembeli lokal maupun dari luar daerah setiap hari
selalu ramai. Pokoknya Sokaraja memberi sumbangsih pariwisata kuliner yang
cukup besar bagi kab. Banyumas.
Disamping gethuk, ada beberapa
sudut Kota Sokaraja yang juga memiliki keunikan. Di sebelah Selatan ada
bangunan kuno bekas pabrik gula dan kompleks rumah Belanda. Suasana bangunan
yang angker disemaki belukar, ternyata
mengundang pehobi selfie untuk jeprat – jeprat di sana, juga mengundang komunitas fotografi, pre wedding, foto wisuda,
dll. Bahkan pernah masuk TV di acara dunia
lain.
Sokaraja memiliki daerah kauman ,
yang hingga saat ini masih terlihat sejuknya aktivitas religius, Pondok suluk tarekat Naqshabandiyah
dengan ribuan jamaah.
Memang kotanya terasa panas,
sepanas penggorengan gethuk. Toko – tokonya ada yang bagus dan rapih ,
selebihnya semrawut. Sangat sedikit hijau pepohonan di pinggir jalan, papan reklame
bertebaran dengan gambar yang begitu mencolok. Lalu lintas ramai lancar . Tidak ada pedestrian.
Kadang saya suka membayangkan.
Seandainya kota gethuk ini ditata dengan kaidah yang bagus. Fasade
( wajah )
bangunan pertokoan di sepanjang jalan dirancang secara matang oleh team arsitek
, membentuk wajah kota yang indah, juga mempunyai identitas lokal. Papan
reklame dipajang di depan atas tiap toko , semacam videotrone dengan gambar
gerak pemandangan yang sejuk. Saya rasa
tidak harus iklan itu berupa ajakan. Iklan – iklan rokok di TV bisa kita lihat
buktinya. Jalan rayanya tertib, warna
aspal tidak hitam tapi pelangi, kendaraan berat sebaiknya lewat jalur lain.
Sepanjang jalan penuh pepohonan hijau, air mancur, keran air siap minum. Ada
pedestrian dengan paving blok bermotif anyaman lokal.