Kamis, 25 Februari 2016

SOKARAJA





 
“Sore- sore padhang wulan | ayo konco do dedolanan | rene – rene bebarengan | rame – rame e…do gegojegan | kae – kae rembulane | yen disawang kok ngawe – awe | koyo – koyo ngelingake | konco kabeh jo turu sore – sore | gethuk… | asale soko telo… | moto ngantuk iku tombone opo | ala ala gethuk | asale soko telo | yen ra pethuk | atine rodho gelo | ojo ngono ojo ojo ngono | kadung janji ngko ono sing gelo | “

Lagu gethuk ciptaan Manthous ini memang membawa suasana yang meskipun senja tapi tetap optimis, penuh vitalitas, bahagia, bercanda, bermain. Tapi, bermain di kala senja berbeda dengan bermain di kala pagi. Ada syahdu tentunya.

Lagu gethuk ini mulai populer semenjak saya SMP, sekitar tahun  89-an. Bahkan ketika saya SMA, ada teman saya yang personal grunge band memodifikasi lagi gethuk dicampur dengan lagu Zombie nya the Cranberries :  “ Whats in your hand…… zombie …zombie ….zombie…i..i..i…i…i… diganti menjadi whats in your hand….gethuk…gethuk..gethuk…thuk..thuk…thuk…thuk…. “ dengan cengkok yang ndengkik ndengkik mirip banget dengan Dolores O Riordan. Hingga sekarang, lagu gethuk tetap populer, dan semacam menjadi lagu wajib di  klenengan atau orgen tunggal orang mbarang nggawe.

Hahhha…malah saya muter- muter dulu curhadnya. Sebenarnya mau cerita tentang kota Sokaraja, kota gethuk ( bukan kota kembang soka.. ) di dekat Banyumas, Jateng. Malah nyanyi – nyanyi dulu….terus rajanya ada di mana?

Kota Sokaraja sudah dikenal banget sebagai kota gethuk singkong goreng. Gethuk yang enak, empuk, gurih, kinyis – kinyis,  khas……beda aliran dengan gethuk trio  Muntilan, Magelang. Sepanjang jalan utama berjejer deretan toko penjual gethuk goreng, dan juga beberapa yang menjual soto khas Sokaraja. Pembeli lokal maupun dari luar daerah setiap hari selalu ramai. Pokoknya Sokaraja memberi sumbangsih pariwisata kuliner yang cukup besar bagi kab. Banyumas.

Disamping gethuk, ada beberapa sudut Kota Sokaraja yang juga memiliki keunikan. Di sebelah Selatan ada bangunan kuno bekas pabrik gula dan kompleks rumah Belanda. Suasana bangunan yang angker disemaki belukar,  ternyata mengundang pehobi selfie untuk jeprat – jeprat di sana, juga mengundang komunitas fotografi, pre wedding, foto wisuda, dll.  Bahkan pernah masuk TV di acara dunia lain.

Sokaraja memiliki daerah kauman , yang hingga saat ini masih terlihat sejuknya  aktivitas religius, Pondok suluk tarekat Naqshabandiyah dengan  ribuan jamaah.

Memang kotanya terasa panas, sepanas penggorengan gethuk. Toko – tokonya ada yang bagus dan rapih , selebihnya semrawut. Sangat sedikit hijau  pepohonan di pinggir jalan, papan reklame bertebaran dengan gambar yang begitu mencolok. Lalu lintas  ramai lancar . Tidak ada pedestrian.

Kadang saya suka membayangkan. Seandainya kota gethuk ini ditata dengan kaidah yang bagus. Fasade  
( wajah ) bangunan pertokoan di sepanjang jalan dirancang secara matang oleh team arsitek , membentuk wajah kota yang indah, juga mempunyai identitas lokal. Papan reklame dipajang di depan atas tiap toko , semacam videotrone dengan gambar gerak  pemandangan yang sejuk. Saya rasa tidak harus iklan itu berupa ajakan. Iklan – iklan rokok di TV bisa kita lihat buktinya.  Jalan rayanya tertib, warna aspal tidak hitam tapi pelangi, kendaraan berat sebaiknya lewat jalur lain. Sepanjang jalan penuh pepohonan hijau, air mancur, keran air siap minum. Ada pedestrian dengan paving blok bermotif anyaman lokal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar